Berikut ini sebuah kisah inspirasi di bulan Ramadan yang terjadi tepat satu tahun lalu. Kisah ini adalah kisah yang dikirim oleh seorang sahabat Vemale asal Jakarta.
**
Aku percaya jika banyak orang menyebut bahwa bulan Ramadan adalah bulan yang penuh berkah dan hikmah. Tentu saja, kepercayaan itu tidak semata-mata karena aku ikut dengan tren kalimat serupa. Tetapi, tepat di bulan Ramadan aku telah mendapatkan berkah dan hikmah yang luar biasa dalam hidupku. Itulah mengapa ku sebutkan bahwa bulan Ramadan adalah bulan yang penuh berkah.
Persis setahun lalu aku mengalaminya. Di bulan Ramadan, di saat aku, ibu, dan kakakku tengah sahur, kami dikejutkan dengan perkataan ayah yang tiba-tiba. Seketika, bukannya aku tertawa atau tersenyum mendengarnya, tapi aku justru menangis haru.
**
Awalnya, keluarga kami adalah keluarga yang harmonis meski ayah dan ibu tidak memeluk agama yang sama yakni ayah Katolik, ibu Muslim. Sementara aku dan adikku mengikuti agama ayah, sedangkan kakakku mengikuti agama ibu. Seperti kesepakatan ayah dan ibu, jika anak perempuan mengikuti agama ayah dan jika anak laki-laki mengikuti agama ibu.
Sejak SD hingga SMP, aku adalah pemeluk Katolik yang taat. Tak pernah sekalipun aku meninggalkan ibadah hanya demi sekedar hang out dengan teman-temanku. Hingga menginjak kelas satu SMA, aku merasakan kebingungan yang hebat. Aku berpikiran, mengapa orang Muslim selalu bersuci sebelum menghadap Tuhannya? Sedangkan aku tidak. Lagipula, mengapa aku hanya beribadah setiap satu minggu sekali, sedangkan umat Muslim bahkan lima kali dalam sehari. Kuputar-putar otakku, kucari jawaban, hingga sesekali tak segan-segan aku membuka kitab suci ibu. Kupelajari tiap kata perkata. Jujur saja, ada rasa yang tak bisa kuungkapkan ketika aku membacanya. Indah dan mengalir kalimatnya.
Tepat satu bulan aku diam-diam mempelajari kitab suci ibu, akhirnya kuputuskan untuk memeluk agama yang sama dengan agama ibu. Diam-diam tentunya aku mengutarakan niatku pada ibu untuk diajari bagaimana menjadi Muslimah dan membaca kalimat syahadat. Akhirnya aku resmi menjadi pemeluk agama Islam dengan bimbingan ibuku sendiri.
Selama menjadi seorang Muslimah, aku memang tidak secara drastis menunjukkan perubahan sikapku pada ayah, karena aku cenderung diam-diam, khawatir dikira durhaka. Dalam kurun waktu satu tahun aku berhasil menyembunyikan statusku sebagai Muslimah. Hingga saat yang tak terduga, ayah melihatku tengah membaca Al-quran. Aku kaget tentu saja, bermacam-macam dugaan buruk berkecamuk dalam pikiran.
Benar saja, sejak ayah tahu agama baruku, beliau seolah menjaga jarak denganku. Meski sedih dengan sikap ayah yang demikian, aku tetap membulatkan tekad untuk tetap menjaga agamaku. Bahkan, aku berniat untuk mengajak ayah dan adikku untuk mengikuti jejakku. Meski aku tahu itu tak mudah.
Hingga Ramadhan tahun lalu, aku beserta ibu dan kakak tengah sahur. Saat itu, kami dikejutkan oleh kedatangan ayah dan adik yang melontarkan kalimat mengejutkan.
"Ayah sama Risma pingin belajar Islam."
Terang saja saat itu kami hanya melongo disusul dengan menangis bersama. Subhanallah, ternyata Ramadhan memang bulan yang penuh berkah dan hidayah. Lihatlah, dua orang yang kucintai pada akhirnya memutuskan untuk memeluk agama Islam. Bukankah itu suatu hadiah?
**
Kita tidak pernah tahu apa yang diberikan oleh Ramadan pada masing-masing diri kita. Tapi, percayalah, di dalam Ramadan terselip ribuan berkah, ampunan, hidayah, dan rezeki, jika Anda serius mencarinya.Kalau Takut Dipukul Badai...Usah Berumah Di Tepi Pantai...
Din Sharpshooter
http://sharpshooterblogger.blogspot.com/